Love and Leashes

20220211 — Love and Leashes (모럴센스)

 

Intro:

Ini adalah cerita tentang keseharian seorang perempuan dominan dalam dinamika karier dan gaya hidupnya. Berlawanan dengan konstruksi sosial tentang perempuan, Bella merupakan sosok perempuan berkuasa yang mampu membuat semua lelaki tertunduk menuruti keinginannya. Kisahnya sebagai pemimpin perusahaan konsultan dan pengembang properti serta dinamika kehidupan romansanya bersama banyak jenis lelaki yang rela melakukan apa saja diharapkan bisa menginspirasi perempuan yang ingin mengeksplorasi karier dan sisi dominannya. Cerita ini banyak menyampaikan gaya hidup female domination ringan secara intens, tidak disarankan bagi pembaca yang tidak familiar dengan gaya hidup tersebut. Kisah ini merupakan karya fiksi yang terinspirasi dari Love and Leashes (모럴센스), meski nama dan lokasi yang dituliskan tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata.

 

***

 

“Hi pet, pekan depan aku ada meeting penting di Sabang selama 5 hari. Meskipun dalam budaya Aceh harus berpakaian sedikit tertutup, pertemuan dengan Bupati dan stakeholder kali ini dihadiri banyak competitor-ku juga. So, I need to exert some power, okayy. Looking forward for your masterpieces. Love, Bella :*”

 

Tersampaikan isi pesan pendek tersebut kepada Jules, yang dengan serentak terburu-buru membuka agenda dan mencoret untuk mengosongkan enam hari kedepannya. Sebagai pendiri sekaligus pemimpin fashion house and luxury retail company berbasis di Singapura, jadwal Jules setiap pekan sangatlah padat dan butuh banyak perhatian. Namun, Jules tidak bisa melewatkan kesempatan kali ini untuk bisa memberikan pelayanan terbaik kepada perempuan yang telah lama sangat ia puja, pakaian yang akan dikenakan Bella selama di Sabang harus ia ciptakan sempurna dengan tangannya sendiri.

 

“Tolong bawakan saya maroon linen, cinnabar chiffon, dan beberapa combed cotton dalam raspberry shade ke ruangan saya. Oh ya, sutra Uzbekistan sudah datang kan?”, pinta Jules kepada asisten pribadinya.

 

“Siap pak. Hmm... tapi karena harganya meningkat drastis, sutra Uzbekistan sudah sangat sedikit stoknya pak. Diperhitungkan stok yang kita punya hanya cukup untuk dialokasikan kepada pesanan pakaian pernikahan Pangeran Brunei bulan depan,” jawab asistennya.

 

“Sudah tidak apa, untuk acara itu kita ganti stok lain, saya yang tanggung jawab. Lagipula orang seperti pangeran Brunei tidak akan bisa membedakan kualitas sutra Uzbekistan dengan sutra India.”

 

Beberapa menit setelahnya Jules masuk ke dalam ruang kreatifnya. Tak ada yang berani mengganggu saat Jules dalam mode ini. Badannya yang kekar dan putih bersih tersebut berkeringat dengan deras seakan sedang kesurupan Dewa Penenun. Meski sebagai kepala perusahaan dia lebih banyak mengurus hubungan bisnis dan manajerial, tak ada yang bisa menandingi passion dan energi Jules saat ia memegang kain dan jarum jahit. Imajinasi dan kreativitasannya telah terbukti membawa perusahaannya sukses hingga menjadi pemain utama dalam pasar multinational luxury apparel hanya dalam 5 tahun beroperasi.

 

Sebanyak 10 set pakaian sudah selesai Jules buat, mulai dari sundress, cocktail dress, pakaian renang, hingga piyama malam. Seluruh set pakaian itu ia pack satu persatu dalam garment bag lengkap beserta perhiasan, sandal dan sepatu yang berbeda untuk Bella kenakan sesuai kebutuhannya. Tinggal satu set lagi yang belum Jules selesaikan, pakaian resmi yang akan Bella kenakan saat conference dengan stakeholder pada hari utama.

 

Merenung Jules memandang manequin istimewa yang berada tepat di tengah studio kerjanya. Terletak di sebuah altar dengan pencahayaan lampu sorot yang optimal, manequin ini merupakan imitasi persis wujud Bella dari ujung kaki hingga raut wajah yang dilengkapi dengan aroma keringat Bella. Setiap lekuk tubuh beserta aroma Bella yang tersampaikan melalui manequin inilah yang menginspirasi karya-karya yang membawa Jules kepada kesuksesan.

 

“Pet, aku ada ide, aku tidak akan pernah menemuimu maupun berbicara kepadamu, sebelum kamu berhasil membawa perusahaanmu menyentuh angka turnover US$ 25 Milyar per tahun. sampai saat itu datang, kau tidak kuijinkan bahkan untuk memandang fotoku,” ucap Bella yang menjadi kata-kata terkhirnya kepada Jules pada sebuah malam dingin di Kota Bandung.

 

Empat tahun telah berlalu, hanya manequin itulah yang menemani Jules melewati masa-masa suram tanpa mampu mengobati rindu di hatinya. Bahkan hingga Jules dipilih menjadi personal wardrobe specialist bagi permaisuri Inggris, Bella tidak mau menghubungi Jules karena nilai perusahaannya di pasar modal belum memenuhi persyaratan Bella.

 

Baru awal pekan ini omset perusahaan Jules menembus US$ 25 milyar, dan saat itu pula Bella menghubungi kembali Jules lewat pesan singkatnya. Untuk satu set pakaian terakhir yang sengaja diminta spesial di dalam pesan pendek tersebut, Jules perlu memperkuat kembali sel-sel kreativitas dalam tubuhnya dengan melakukan ritual yang selalu dia lakukan semenjak Bella meninggalkannya.

 

Di hadapan manequin Bella, Jules bersujud mencium lantai sambil perlahan merangkak mendekati manequin tersebut. Seakan Bella menampakkan dirinya di ruang itu, postur manequin yang menjulurkan kaki kirinya dengan lentik kedepan seakan mengijinkan Jules untuk melanjutkan ritualnya.

 

Jules merenggangkan paru-parunya, menghirup sebanyak mungkin udara yang melewati sela-sela jari kaki kiri Bella untuk masuk ke dalam aliran darahnya. Ia resapi dengan teliti setiap sudut telapak kaki tersebut naik hingga ke paha Bella, dan berhenti saat hidungnya menyentuh lekuk kemaluan Bella. Sambil memeluk erat paha dan menggengam lembut bulat pantat Bella, disana ia berdoa, mengucapkan mantra secara perlahan dari mulutnya yang masih terengah-engah akibat tak ingin kehilangan aroma tubuh Bella.

 

Jules berdoa seakan Bella lah Tuhannya, meminta izin dan petunjuknya untuk sekali lagi berkarya melalui kedua tangannya. Setengah jam setelah Jules berdoa dalam posisi memeluk pinggang tersebut, ia naik secara perlahan melewati pinggang, perut, dan kedua payudara untuk menghirup aroma leher Bella. Jules memberanikan bibirnya untuk mencium setiap permukaan leher dan bahu, menghisap secara rakus aroma Bella yang tidak cukup ia dapatkan dari hidungnya.

 

Beberapa saat dalam posisi tersebut, telinga Jules mendengar lembut suara Bella,

“Laksanakan, budak cintaku,” ucap Bella,

“Baik, Maharani ku,” balas Jules.

 

Jules membuka lemari kain istimewa koleksi pribadinya. Dia ambil songket sutra berbenang emas yang konon dikenakan bangsawan Kutaraja pada zaman kesultanan Aceh. Kain tersebut dibeli di pasar gelap barang antik yang lalu ia restorasi atas bantuan penenun handal dari Gampong Lamno. Nilai kain tersebut sangatlah tinggi, selain karena merupakan peninggalan bersejarah, songket tersebut menggunakan sutra dan benang berkualitas tinggi hasta karya yang dibawa pedagang Vietnam saat melintas selat Malaka.

 

Dengan hati-hati Jules menggunting songket tersebut dengan pola seath dress. Berbeda dengan songket yang menggunakan kain katun, songket sutra ini begitu lembut meski menempel lekat pada manequin Bella. Seath dress tersebut lanjut hingga ke ujung kaki, tapi dimodifikasi oleh Jules menggunakan model kimono sleeves dibagian lengan dan pundaknya. Jules menggabungkan sutra tersebut dengan chiffon sebagai selendang yang bisa difungsikan sebagai hijab selama pertemuan, juga memasangkan dengan Operandi Ornate 5.5" pump heels merah karya Louboutin.

 

Shade of Raspberry, dengan pola emas pada songket Acehnya, dress set merah ini adalah simbolisasi kekuatan yang akan menampung dominasi Bella pada acaranya. Jules pun terengah-engah kewalahan mengantisipasi kekuatan yang mengendap dalam karyanya.

 

“Wow, good job Jules, you're so useful. Ga sia-sia aku memeliharamu.”

 

Kerja kerasnya terbayar. Bukan uang yang Jules minta dari Bella, tapi pengakuan bahwa dirinya berguna.

 

***

 

Menjelang matahari terbit, Bella berjalan menuju permukaan air laut melalui dermaga kayu kecil di tepi pantai Iboeh. Bikini assymetric one piece berbahan velvet karya Jules melekat di tubuh Bella, warna tosca bercampur refleksi sinar mentari menyimpakkan tubuh atletisnya yang berharmoni dengan keindahan laut Sabang pagi itu.

 

Meski waktunya sebagai perempuan karier ibu kota dipenuhi oleh jadwal padat, Bella tak pernah sekalipun meninggalkan rutinitas olahraga. Ritual harian ini lah yang menjadi alasan metabolisme dan bentuk tubuh Bella masih semolek gadis berumur 17 tahun meski umurnya telah menyentuh 36 tahun.

 

Semua karyawan resort terpukau melihat gaya kupu-kupu Bella berenang melintasi selat yang memisahkan Pantai Iboeh dan Pulau Rubiah. Ditemani cahaya sayup dari plankton yang menyala di ombak kecil perairan tenang tersebut, beragam keindahan sinar keemasan di permukaan laut seakan menjadi pertanda bahwa Ratu Laut Selatan telah hadir menyapa perairan laut utara Sabang pagi itu.

 

Ruang itu penuh oleh tokoh dan pejabat penting dalam proses tender pembangunan resort dan real estate untuk pengembangan pariwisata Sabang. Bupati, ketua DPRD Kabupaten, dinas-dinas terkait, hingga tokoh masyarakat hadir untuk menentukan pemenang atas kompetisi proyek pengembangan ratusan hektar lahan di pulau Weh.

 

“Dengan menggunakan gagasan kami, semua lahan tidak produktif di pulau Weh ini akan menjadi mesin penghasil uang dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Seperti apa yang franchise kami telah lakukan di beragam sudut Indonesia, keleluasaan deregulasi akan mempermudah kami merekayasa ratusan hektar tanah ini menjadi hotel dan perumahan. Dengan tingginya suplai industri pariwisata, maka perekonomian Sabang akan maju.”

 

Hampir semua pejabat terpukau atas presentasi dari tim kompetitor Bella. Nama dan pengalaman mereka memonopoli permainan industri properti di Indonesia telah berhasil meraih hati para hadirin rapat tender kali ini.

 

Setiap kalimat yang dilontarkan tim tersebut tidak terlepas dari besarnya angka investasi dan hak pengelolaan ratusan hektar tanah Sabang untuk kepentingan mass tourism. Dibumbui dengan rayuan klasik peningkatan lapangan pekerjaan dan pendapatan asli daerah pada sesi tanya jawab, segala jajaran pejabat tersebut merasa yakin atas pilihan mereka bahkan sebelum mereka mendengar presentasi Bella.

 

Teuku Meurah gugup sementara memandang keras gelang besi di tangan kanannya. ia paham betul bahwa semua proses tender ini hanyalah sandiwara bagi para mafia industri properti. Pemenang dari tender ini sudah dari jauh hari telah ditentukan, karena dia sendirilah fasilitator utama skandal korupsi tersebut.

 

Sebagai ketua DPRD, dia berhasil membujuk para pemangku kebijakan untuk memberikan kepastian kemenangan tender ke mafia properti kompetitor Bella itu. Meski skandal itu telah dengan masif dan terstruktur diorkestrakan para pemangku kebijakan di pemerintahan daerah, Meurah sangat paham dari lubuk hati bahwa dia tidak akan pernah menang melawan Bella.

 

Songket sutra itu tergerai halus mengikuti lekuk jalan Bella menuju podium. Lengan jenis kimono beserta selendang hijab berbahan chiffon transparan yang menampakkan gaya rambut chignon milik Bella berkibar ringan terhembus pendingin ruangan, melambai setiap hadirin yang tertegun memandang langkah tegas heels dan kutek raspberry milik kaki mahadewi itu.

 

Sewajarnya, pakaian perempuan yang masih menampakkan leher, pundak, dan sedikit betis akan mendapatkan cemooh yang pedas dari masyarakat Aceh karena aurat yang memancing. Namun, saat ini semua orang hanya bisa terpukau memandang cleavage Bella dalam balutan songket adat asli dan pinggul yang bergoyang indah dihias motif sutra emas. Dengan senyum genitnya Bella melepas sunglass maroon bertansparansi rendah sambil bersiap berbicara di depan microphone.

 

“Ide yang buruk, dasar dungu!” ucap Bella singkat menanggapi paparan dan komentar pejabat pada presentasi sebelumnya.

 

Semua orang terkaget dan tertegun akan komentar kasar yang keluar dari bibir merah jambu Bella, perempuan yang semula tampak hanya sebagai perhiasan cantik pun menampakkan taringnya.

 

“Meningkatkan suplai sektor pariwisata dan menurunkan harganya hanya akan mengundang terlalu banyak turis medioker. Sudah banyak contoh mass tourism yang akhirnya justru merusak kelestarian alam, ekosistem pulau Sabang akan sangat terancam jika tanah ratusan hektar ini diubah menjadi kompleks perhotelan dan perumahan. Lagipula lapangan pekerjaan yang muncul hanyalah sektor ekonomi tersier yang tak akan memperkaya kebudayaan, masyarakat Sabang terancam bekerja untuk melayani orang-orang yang akan merusak tanah mereka sendiri!”

 

Kritik itu tajam, tidak meninggalkan sedikitpun celah untuk dipatahkan. Dalam ruangan berisi penuh pejabat, tak ada satupun yang bisa menyangkal permulaan dominasi intelektual Bella.

 

Paparan demi paparan disampaikan Bella dengan percaya diri. Dengan ringan ia berganti dari justifikasi akademis dan argumen yang logis, menjadi hinaan kasar yang merendahkan semua orang di ruangan itu. Energi dan hasrat yang dipancarkan Bella telah menggetarkan seisi ruangan yang berisikan banyak lelaki.

 

Sebagai daerah yang kental akan unsur patriarkisnya, sangat jarang ada kesempatan bagi perempuan untuk memimpin sebuah diskusi. Oleh karenanya, sosok perempuan yang menjadi pusat perhatian kali ini telah menciptakan situasi yang sangat membingungkan. Alih-alih memicu amarah karena beberapa kata-kata kasar yang dilontarkan, setiap argumen akademis yang disampaikan Bella telah menggairahkan berahi peserta diskusi pagi itu. Keringat pun mengalir dari setiap peserta yang celananya menjadi sesak karena ereksi yang tak terkendali.

 

Listen here idiot! Dengan melimitasi jumlah pengunjung melalui harga yang tinggi dan uji kelayakan wisatawan, kelestarian ekosistem dan perekonomian domestik akan mengalami peningkatan yang signifikan. Meminimalisir dependensi ekonomi pada sektor pariwisata akan mengembangkan sektor-sektor perekonomian dan budaya lainnya, melepas masyarakat dari tuntutan untuk melayani turis miskin dan kerugian industri lainnya. Melalui desain masterplan yang saya ajukan, eksklusivitas pariwisata Sabang akan menjamin economic sustainability kabupaten ini.” ucap Bella seraya membuka selendang hijabnya, memamerkan indah rambut, leher, dan dada bidangnya.

 

Aura superior dan gaya bicara Bella telah menaklukkan seisi ruangan, setiap kata yang terucap seakan menjadi perintah bagi government yang biasa disebut pemerintah itu sendiri.

 

Seperti beberapa anggota diskusi lainnya, tangan kiri Meurah menahan keras bagian kemaluannya demi mencoba menahan ereksi yang terus menekan celana. Dalam gairah yang terus mengalir ini, perasaan Meurah bercampur aduk akibat kemunginan gagalnya skandal korupsi yang telah ia rencakan.

 

Meurah paham bahwa jika tender ini kalah, maka kepala mafia perusahaan yang menyogoknya akan dengan mudah melaporkan dan menjerat dia ke komisi pemberantasan korupsi akibat menerima gratifikasi di muka. Namun kini otak Meurah telah terbagi dua, otak di kepala tidak mampu lagi berpikir jernih untuk menjatuhkan Bella akibat penis yang tergerus berahi tak terbendung.

 

if you're all using your tiny brain, limited tourism and diversified economy is what Sabang needs right now. That's all my presentation! Semoga bapak-bapak bisa berpikir jernih untuk menentukan pemenang tender kali ini.” tutup Bella sambil tersenyum genit.

 

Semua kata-kata kasarnya tertutup dan termaafkan oleh bahasa tubuhnya yang anggun. Seakan terhipnotis, semua pejabat di dalam ruangan bersorak memuji dan memuja kualitas materi yang disampaikan Bella.

 

Ejakulasi tidak terelakkan bagi beberapa orang. Ini kali pertama mereka mengalami orgasme tanpa penetrasi. Bella memperkenalkan fetish sapiosexual baru kepada semua peserta diskusi, sebuah hadiah pelipur bagi kekalahan yang tidak bisa dihindari.

 

Sore itu Bella duduk di tepi kolam membaca buku Capital in the Twenty First Century karya Thomas Piketty. Kopi sanger dengan biji Gayo grade S masih hangat terhembus angin sore yang sejuk. Sudah setengah jam Meurah merangkak mencium kaki Bella di bawah meja, ia pun tidak peduli lagi saat beberapa karyawan resort melihat sosok pejabat legislatif daerah berada di telapak kaki perempuan.

 

“Mau berapa lama kamu menjilat kakiku?”, tanya Bella sembari membalikkan halaman bukunya.

 

“Sampai kau memaafkanku.” ucap Meurah.

 

“Kau seharusnya meminta maaf kepada masyarakat Sabang terlebih dahulu, kau nyaris menjual tanah mereka untuk kepentinganmu sendiri,” ucap Bella halus.

 

“Tapi Maharaniku, passive income dari industri properti yang mereka janjikan sangatlah besar, ratusan juta perbulannya. Dengan uang sebesar itu aku bisa menafkahimu, kamu tidak perlu lagi bekerja seperti sekarang,” balas Meurah terengah-eMgah.

 

Bella mengangkat sandalnya, ia tempelkan ke bibir Meurah untuk menutup mulut yang masih ingin berbicara.

 

“Oh Teuku Meurahku sayang, kau dan toxic masculinity-mu memang selalu menjadi hal yang menjijikkan. Kamu pikir aku tidak mampu menghidupi diriku sendiri? Aku sudah mandiri, tidak butuh sosok lelaki chauvinist yang berlagak seakan dialah yang mengangkat derajatku. Bukan begitu Meurah?” ia tendang bibir Meurah sembari memberi ijin untuk menjawab pertanyaan retoriknya.

 

“Tapi Maharani, sudah bermilyar-milyar ku berikan kepadamu sebagai ucapan terimakasih telah menjadikanku budak cintamu. Mengapa sekarang kau buang aku?” Meurah terus memohon sambil memeluk kaki Bella.

 

“Tidak pernah sepeser pun aku menggunakan uangmu, ku sumbangkan langsung ke lembaga perawat hutan. Aku tidak butuh budak yang tidak berintegritas sepertimu,” ucap Bella menutup buku sambil menyesap kopi sangernya.

 

Bella berdiri seraya menendang Meurah yang masih berusaha mencium kakinya.

 

“Lepaskan gelang besi di tangan kananmu, kau bukan lagi budakku. Dan jangan sekali-kali berani menampakkan dirimu lagi, enyahlah dari duniaku,” ucap Bella yang lalu berjalan meninggalkan Meurah.

 

Meurah masih bersujud di bawah kursi kosong, menangis meraung ditinggal cinta sejatinya.

 

***

 

Beberapa mantan staf bandara Maimun Saleh memulai hari mereka dengan kebingungan. Seorang bos travelling agency telah menempatkan para staf mulai dari marshaller, engineer, hingga air traffic operator untuk stand by di posisinya masing-masing sejak subuh tadi dan mempersiapkan sebuah penerbangan VVIP dari sebuah pesawat jet pribadi. Bandara yang sedang tidak difungsikan karena minimnya penumpang ini telah sepekan ini di operasionalkan kembali tanpa ada satupun pegawai yang tahu siapa orang penting di balik penerbangan ini.

 

You know you can at least sniff it once if you want to?”, ucap Bella kepada Nyoman yang sedang melipat dan merawat ballroom dress milik Bella dengan lembut ke dalam koper besarnya.

 

Dengan senyum yang ramah, Nyoman menjawab dan menggelengkan kepalanya tanpa berani memandang wajah Bella yang basah oleh keringat setelah menjalani rutinitas work out paginya. Tentu ia sadar bahwa menodai pakaian Bella dengan fantasi dan nafsunya merupakan dosa besar yang tidak boleh ia lakukan.

 

Nyoman tidaklah bisu, sebagai pelayan yang telah mengabdi kepada keluarga Bella sedari kecil, Nyoman yang berasal dari kasta budak tumbuh dengan kesadaran untuk tidak merusak kesakralan akustik ruang tempat Bella berada dengan suaranya yang tidak signifikan. Sudah hampir 10 tahun Nyoman tidak pernah mengeluarkan suaranya di hadapan Bella, setia terdiam mendengarkan dan siap untuk mematuhi segala perintah yang diberikan kepadanya.

 

Meskipun datang dari keluarga yang tidak mampu, Nyoman selalu menjaga penampilannya. Rambut keriting dengan potongan undercut-nya selalu ia selaraskan dengan setelan jas hitam yang ia kenakan sepanjang hari melayani Bella. Dengan tubuh tegak berotot, Nyoman selalu merawat penampilannya agar tidak mempermalukan Bella di depan khalayak.

 

“Aku mandi dulu, bereskan semua pakaian olahragaku ini dan bawalah semua barang-barang ke pesawat,” perintah Bella sembari berjalan telanjang dan menempelkan celana dalam olahraga basahnya yang pekat oleh wangi keringat ke hidung Nyoman.

 

Sesaat Nyoman hampir pingsan saat aroma surga itu memanggilnya. Matanya tertutup untuk menghirup dalam-dalam anugrah yang diberikan Bella tersebut dengan penuh khidmat. Dengan ringan tubuh telanjang Bella melewati pelayannya yang sedang kaku membatu dengan celana dalam basah di hidungnya, menuju bath tub air hangat di kamar mandi resort yang telah Nyoman siapkan.

 

Bella melintasi landasan bandara Maimun Saleh dengan mengendarai Land Rover Discovery-nya yang ia kemudikan sendiri dari resort di selat Rubiah melintasi jalan yang buruk. Selepas ia berhenti di apron bandara, Bella keluar dari pintu yang dibuka oleh seorang flight attendant cantik berseragam merah ketat dengan kerudung bermotif songket yang dipasang dengan gaya asimetris.

 

Kaki jenjang Bella yang beralaskan heels stilleto putih setinggi 10 cm pun berjalan ringan di aspal landasan pesawat yang masih cukup berkabut pagi itu. Udara dingin mengencangkan puting Bella yang tampak menonjol dari summer dress putih sedikit transparan, menampilkan bulat payudaranya yang sengaja tidak ia tutupi dengan bra.

 

“Hai, terimakasih dik. Wah kamu cantik sekali,” ujar Bella kepada flight attendant mungil dengan garis wajah yang tegas. Sedikit kulitnya yang tampak dari seragam hijabnya menampakkan kehalusan dan rona yang bening.

 

“Ah, te, terimakasih kak, atas pujiannya. Mari saya antar ke pesawat,” ujar pramugari tersebut yang terbata-bata sembari menawarkan membawa clutch Gucci milik Bella.

 

“Hmm? Kenapa wajahmu terlihat pucat sayang? Apa kamu sakit? Kamu tampak gugup.” tanya Bella dengan ramah/

 

“Ah, ti, tidak kak. Maaf, saya tidak pucat kok.” jawabnya seraya semakin gugup.

 

“Yang benar? Jika ada sesuatu, kah bisa sampaikan padaku.” lanjut Bella.

 

Pramugari tersebut terdiam sejenak, tangannya yang putih mencoba menutupi matanya yang mulai mengalirkan air mata.

 

“Saya dipaksa kak.” jawabnya terisak-isak.

 

“Ha? Dipaksa bagaimana?”

 

“Jangankan jadi pramugari, naik pesawat pun aku belum pernah. Saya takut kak.” jawab flight attendance tersebut yang terlihat meneteskan air mata sambil ketakutan.

 

“Oh? Lalu bagaimana kamu bisa di sini?”

 

“Bandara telah lama tutup, tidak ada pramugari lagi di sini. Majikan saya yang kejam menyuruh saya untuk menggantikan mereka karena saya dianggap tidak berguna di rumahnya. Katanya cukup menjadi pembantu membikinkan kakak makanan dan minuman di dalam pesawat seperti saya melayaninya, tapi sebagaimanapun saya menolak dia justru semakin menyiksa dan mengancam saya.”

 

Bella terdiam sejenak mencoba memahami apa yang baru saja dia dengar. Selepas melihat seluruh kru bandara, insting Bella pun bisa mengenali siapa majikan yang gadis tadi sebutkan saat memandang lelaki gendut berwajah cemas. Sebagai CEO perusahaan travel agent terkenal di Banda Aceh, ia tampak begitu panik saat melihat protokol penerbangan terhandat sejenak oleh percakapan Bella.

 

“Aah begitu, jangan takut dik. Siapa namamu? Kamu terlihat muda, berapa umurmu? Apa kamu masih sekolah?” tanya Bella dengan lembut memberikan sentuhan keibuan kepada gadis yang sedang ketakutan tersebut.

 

“Nama saya Eva kak, 16 tahun, saya tidak sekolah kak, sedari kecil hayalah gadis yatim piatu yang harus menjual dirinya agar tetap bisa hidup. Setiap hari dilecehkan oleh majikan dan pelanggan-pelanggannya, para lelaki beringas yang sok alim di pusat kota. Saya capek kak, ingin pulang entah kemana.”

 

Mendengar hal itu Bella pun langsung memeluk gadis yang masih tersedak-sedak mencoba menahan tangisnya. Majikan berbaju koko panjang yang mengawasinya pun segera berlari mendatangi kedua perempuan ini dari kejauhan karena takut kerjasama bisnis dengan klien VVIP-nya terancam.

 

“Pagi ini saya sedang kedinginan, bagaimana kalau kita barter? Ku berikan villa beserta pelayan-pelayanku di sini sebagai rumahmu untuk pulang, tapi kamu harus kasih aku kerudung cantik itu untuk jadi selendang penghangatku, bagaimana?”

 

Eva pun berhenti menangis dan tertegun kebingungan mendengarkan tawaran tak terduga Bella.

 

“Dan kamu harus sekolah sayang, perempuan harus pintar supaya tidak terus-terusan dijajah lelaki. Jangan bekerja jadi pembantu lagi, kembalilah ke villa pribadiku di Sabang, pelayan-pelayanku sangat berkompeten untuk memberikan homeschooling padamu.” lanjut Bella tersenyum sambil memegang ke dua pundak Eva.

 

Sang majikan yang perut gendutnya mengguncang dalam balut baju kokonya tadi pun telah sampai sambil terengah-engah menghampiri Bella dan Eva.

 

“Ada masalah apa nyonya? Apa yang diucapkan gadis tidak tau di untung ini? saya mohon maaf atas perilakunya dan ... ”

 

“DIAM BABI!!! DASAR GENDUT!!!” potong Bella.

 

Sang majikan tadi pun langsung membatu. Tubuhnya kaku tak lagi ia bisa gerakkan setelah mendengar satu kalimat perintah dari Bella. Sambil menjewer telinga lelaki gendut tadi, Bella menarik kepala majikan Eva tersebut sedikit kebawah sehingga dia berada dalam posisi sedikit membungkuk di hadapan payudara Eva.

 

“Eva sayang, perempuan tidak boleh lebih rendah dari lelaki. Mereka yang memberikan kehidupan, maka mereka pula yang patut diagungkan,” ucap Bella sambil menggapai tangan kanan Eva, menempelkan tangan lentik tersebut ke pipi kiri lelaki gendut tadi, “tidak hanya dia tidak menghormatimu, tapi juga ia telah melecehkanmu. Sekarang tunjukkanlah ia jalan yang benar, sucikan dia dengan hukumanmu, dan tampar lelaki bodoh ini dengan tanganmu yang indah itu!” lanjut Bella.

 

“Tapi kak ... ” jawab Eva ragu.

 

Bella hanya tersenyum menegaskan kembali bahwa perintahnya untuk menampar lelaki itu memang serius.

 

“Plak!” tamparan pertama Eva pun dilakukan dengan ragu.

 

“Kurang keras sayangku. Untuk apa kamu menahan emosimu pada lelaki yang telah melecehkanmu?” lanjut Bella.

 

“PLAK!!!” lanjut Eva yang menampar dengan sedikit lebih keras.

 

Bella pun memberi kode untuk melanjutkan dan memperkeras tamparannya.

 

“PLAAKK!!!”

 

“PLAAAAKK!!!”

 

“PLLAAAAKKK!!!!”

 

Sesaat lelaki tersebut meringis dan ingin teriak kesakitan, tapi jeweran Bella yang kian keras membuat dia kian tertegun menahan sakitnya. Tamparan Eva pun mulai semakin mantap dan keras. Perlahan amarahnya mulai muncul setelah ia merasa bahwa memberi ganjaran pada lelaki yang telah banyak menyiksa dan menodainya adalah haknya yang paling mendasar.

 

Tamparan demi tamparan pun terus diberikan. Saat tangan kanannya lelah, Eva mengganti menampar dengan tangan kiri yang tidak kalah keras. Pipi tembam lelaki gendut tadi telah merah padam setelah menerima puluhan tamparan yang diberikan oleh Eva. Seakan terhipnotis, jeweran Bella di kupingnya serasa cukup untuk membuat tubuhnya tidak memberontak dan menerima semua tamparan tersebut.

 

Saat Eva berhenti menampar karena lelah dan tangannya yang sakit, Bella memberikan sarung tangan kulit mewah berwarna hitam kepada Eva agar bisa menampar majikannya lebih banyak lagi. Eva pun mengenakan sarung tangan panjang mengkilap tersebut di kedua tangannya.

 

Seraya refleksi sinar matahari pagi di sarung tangan jarinya yang lentik menelisik mata sang majikan, Eva menggengam kedua pipi lelaki tersebut seraya menatap matanya yang basah karena kesakitan. Saat ini bukan dendam lagi yang memenuhi hati Eva, perlahan ia mulai menikmati menyiksa lelaki tersebut terlebih saat ia merasakan basah air mata menempel di jari-jarinya. Tanpa pikit panjang Eva pun melanjutkan menampar lelaki tersebut.

 

“PLAK!!! PLAK!!! PLAK!!! PLAK!!! PLAK!!! PLAK!!!”

 

Kali ini sakit tak lagi tertahankan, lelaki tersebut meraung-raung kesakitan dalam setiap sentuhan tangan Eva. Suara tamparan demi tamparan yang terus dilancarkan pun tak lagi terbendung, bergabungan dengan suara raungan dan menggaung mengisi seisi bandara yang sepi tersebut. Seluruh kru penerbangan yang ada di bandara pun menyaksikan ratusan tamparan Eva yang telah berlangsung hampir 15 menit dengan wajah yang kebingungan.

 

Kini kedua pipi lelaki tersebut telah biru legam, hidung dan gusinya pun telah mengeluarkan darah. Dengan mata yang telah sayu tertutup oleh lebam pipinya, pandangan lelaki tersebut seakan memohon pengampunan kepada Eva untuk berhenti menamparnya, tapi Eva kini justru semakin bergairah dan menikmati setiap hantaman dan tangisan yang ia dengarkan.

 

Bella membiarkan sejenak, lalu memotong Eva seraya menegakkan kembali lelaki yang ia jewer tersebut.

 

“Hahaha... sudah sayaang, sabar, babi ini sudah mendapatkan pelajarannya. Kini saatnya kamu tunjukkan belas kasihmu untuk menerima tobatnya!” ucap Bella seraya meminta Eva untuk menjulurkan tangannya kedepan bibir dan hidung lelaki tersebut.

 

“Ampunilah hamba Eva ... ” jawab lelaki tersebut terbata-bata seraya mencium tangan lentik Eva yang sangat panas akibat menamparnya bertubi-tubi. Air mata mengalir membasahi sarung tangan Eva, bergabung dengan darah yang berceceran dari gusi dan bibirnya yang tak henti mencium tangan tersebut berharap sebuah pengampunan.

 

Eva kini kembali tersadar dari gairahnya, tercengang melihat majikannya yang kejam tunduk di dalam kuasa tangannya. Ia menikmati permohonan tobat dari lelaki yang terus menjilat tangannya tersebut sambil berusaha menikmati kembali seluruh kejadian aneh di pagi itu.

 

“Pegang kunci mobil ini! Antar Eva ke Villaku! Besok urus pembalikan nama pada kepemilikan villa dan BPKB Range Rover ini untuk Eva!” perintah Bella dengan nada yang sangat galak kepada lelaki yang hampir kehilangan kesadarannya.

 

Lepas menyuruh lelaki tersebut untuk menjadi supir perjalanan pulang Eva, Bella pun membukakan pintu belakang mobilnya kepada Eva sambil menuntunnya masuk.

 

“Kak terimakasih banyak yaaa... ” ucap Anissa lirih kepada Bella.

 

“Hihihi... tidak perlu berterimakasih sayang, sudah sewajarnya perempuan cantik sepertimu menjadi ratu dari semua lelaki tidak becus ini. Ku berikan villa dan seluruh pelayanku di Sabang ini untukmu belajar menjadi perempuan maha berkuasa, ku tak sabar melihat perkembanganmu besok.” jawab Bella ramah kepada Eva.

 

“Oh soal kerudung tadi kak?”

 

“Wah kelupaan, mana sini!” senyum Bella.

 

Eva pun melepaskan kerudungnya, menampilkan rambut panjang hitam mengkilat yang tergurai sampai ke punggungnya. Dengan kedua tangannya Eva memberikan kain merah bermotif songket tersebut kepada Bella. Sambil mengecup kening Eva, Bella menyampaikan kalimat perpisahan dengan senyuman hangat dan melanjutkan perjalanannya ke tangga pesawat pribadinya.

 

K.Sb.Kl.260643.280122.21:13


20220211 — Love and Leashes (모럴센스)