Intro:
Ini adalah cerita tentang
keseharian seorang perempuan dominan dalam dinamika karier dan gaya hidupnya. Berlawanan
dengan konstruksi sosial tentang perempuan, Bella merupakan sosok perempuan berkuasa
yang mampu membuat semua lelaki tertunduk menuruti keinginannya. Kisahnya sebagai
pemimpin perusahaan konsultan dan pengembang properti serta dinamika kehidupan romansanya
bersama banyak jenis lelaki yang rela melakukan apa saja diharapkan bisa menginspirasi
perempuan yang ingin mengeksplorasi karier dan sisi dominannya. Cerita ini banyak
menyampaikan gaya hidup female domination ringan secara intens, tidak disarankan
bagi pembaca yang tidak familiar dengan gaya hidup tersebut. Kisah ini merupakan
karya fiksi yang terinspirasi dari Love and Leashes (모럴센스), meski nama dan lokasi yang dituliskan tidak ada sangkut paut
dengan dunia nyata.
***
“Hi pet, pekan depan
aku ada meeting penting di Sabang selama 5 hari. Meskipun dalam budaya Aceh
harus berpakaian sedikit tertutup, pertemuan dengan Bupati dan stakeholder
kali ini dihadiri banyak competitor-ku juga. So, I need to exert some
power, okayy. Looking forward for your masterpieces. Love, Bella
:*”
Tersampaikan isi pesan pendek
tersebut kepada Jules, yang dengan serentak terburu-buru membuka agenda dan mencoret
untuk mengosongkan enam hari kedepannya. Sebagai pendiri sekaligus pemimpin fashion
house and luxury retail company berbasis di Singapura, jadwal Jules setiap pekan
sangatlah padat dan butuh banyak perhatian. Namun, Jules tidak bisa melewatkan kesempatan
kali ini untuk bisa memberikan pelayanan terbaik kepada perempuan yang telah lama
sangat ia puja, pakaian yang akan dikenakan Bella selama di Sabang harus ia ciptakan
sempurna dengan tangannya sendiri.
“Tolong bawakan saya maroon
linen, cinnabar chiffon, dan beberapa combed cotton dalam raspberry
shade ke ruangan saya. Oh ya, sutra Uzbekistan sudah datang kan?”, pinta Jules
kepada asisten pribadinya.
“Siap pak. Hmm... tapi karena
harganya meningkat drastis, sutra Uzbekistan sudah sangat sedikit stoknya pak. Diperhitungkan
stok yang kita punya hanya cukup untuk dialokasikan kepada pesanan pakaian pernikahan
Pangeran Brunei bulan depan,” jawab asistennya.
“Sudah tidak apa, untuk acara
itu kita ganti stok lain, saya yang tanggung jawab. Lagipula orang seperti pangeran
Brunei tidak akan bisa membedakan kualitas sutra Uzbekistan dengan sutra India.”
Beberapa menit setelahnya
Jules masuk ke dalam ruang kreatifnya. Tak ada yang berani mengganggu saat Jules
dalam mode ini. Badannya yang kekar dan putih bersih tersebut berkeringat dengan
deras seakan sedang kesurupan Dewa Penenun. Meski sebagai kepala perusahaan dia
lebih banyak mengurus hubungan bisnis dan manajerial, tak ada yang bisa menandingi
passion dan energi Jules saat ia memegang kain dan jarum jahit. Imajinasi
dan kreativitasannya telah terbukti membawa perusahaannya sukses hingga menjadi
pemain utama dalam pasar multinational luxury apparel hanya dalam 5 tahun
beroperasi.
Sebanyak 10 set pakaian sudah
selesai Jules buat, mulai dari sundress, cocktail dress, pakaian renang,
hingga piyama malam. Seluruh set pakaian itu ia pack satu persatu dalam garment
bag lengkap beserta perhiasan, sandal dan sepatu yang berbeda untuk Bella kenakan
sesuai kebutuhannya. Tinggal satu set lagi yang belum Jules selesaikan, pakaian
resmi yang akan Bella kenakan saat conference dengan stakeholder pada
hari utama.
Merenung Jules memandang
manequin istimewa yang berada tepat di tengah studio kerjanya. Terletak di
sebuah altar dengan pencahayaan lampu sorot yang optimal, manequin ini merupakan
imitasi persis wujud Bella dari ujung kaki hingga raut wajah yang dilengkapi dengan
aroma keringat Bella. Setiap lekuk tubuh beserta aroma Bella yang tersampaikan melalui
manequin inilah yang menginspirasi karya-karya yang membawa Jules kepada
kesuksesan.
“Pet, aku ada ide, aku tidak
akan pernah menemuimu maupun berbicara kepadamu, sebelum kamu berhasil membawa perusahaanmu
menyentuh angka turnover US$ 25 Milyar per tahun. sampai saat itu datang,
kau tidak kuijinkan bahkan untuk memandang fotoku,” ucap Bella yang menjadi kata-kata
terkhirnya kepada Jules pada sebuah malam dingin di Kota Bandung.
Empat tahun telah berlalu,
hanya manequin itulah yang menemani Jules melewati masa-masa suram tanpa
mampu mengobati rindu di hatinya. Bahkan hingga Jules dipilih menjadi personal
wardrobe specialist bagi permaisuri Inggris, Bella tidak mau menghubungi Jules
karena nilai perusahaannya di pasar modal belum memenuhi persyaratan Bella.
Baru awal pekan ini omset
perusahaan Jules menembus US$ 25 milyar, dan saat itu pula Bella menghubungi kembali
Jules lewat pesan singkatnya. Untuk satu set pakaian terakhir yang sengaja diminta
spesial di dalam pesan pendek tersebut, Jules perlu memperkuat kembali sel-sel kreativitas
dalam tubuhnya dengan melakukan ritual yang selalu dia lakukan semenjak Bella meninggalkannya.
Di hadapan manequin
Bella, Jules bersujud mencium lantai sambil perlahan merangkak mendekati manequin
tersebut. Seakan Bella menampakkan dirinya di ruang itu, postur manequin
yang menjulurkan kaki kirinya dengan lentik kedepan seakan mengijinkan Jules untuk
melanjutkan ritualnya.
Jules merenggangkan paru-parunya,
menghirup sebanyak mungkin udara yang melewati sela-sela jari kaki kiri Bella untuk
masuk ke dalam aliran darahnya. Ia resapi dengan teliti setiap sudut telapak kaki
tersebut naik hingga ke paha Bella, dan berhenti saat hidungnya menyentuh lekuk
kemaluan Bella. Sambil memeluk erat paha dan menggengam lembut bulat pantat Bella,
disana ia berdoa, mengucapkan mantra secara perlahan dari mulutnya yang masih terengah-engah
akibat tak ingin kehilangan aroma tubuh Bella.
Jules berdoa seakan Bella
lah Tuhannya, meminta izin dan petunjuknya untuk sekali lagi berkarya melalui kedua
tangannya. Setengah jam setelah Jules berdoa dalam posisi memeluk pinggang tersebut,
ia naik secara perlahan melewati pinggang, perut, dan kedua payudara untuk menghirup
aroma leher Bella. Jules memberanikan bibirnya untuk mencium setiap permukaan leher
dan bahu, menghisap secara rakus aroma Bella yang tidak cukup ia dapatkan dari hidungnya.
Beberapa saat dalam posisi
tersebut, telinga Jules mendengar lembut suara Bella,
“Laksanakan, budak cintaku,”
ucap Bella,
“Baik, Maharani ku,” balas
Jules.
Jules membuka lemari kain
istimewa koleksi pribadinya. Dia ambil songket sutra berbenang emas yang konon dikenakan
bangsawan Kutaraja pada zaman kesultanan Aceh. Kain tersebut dibeli di pasar gelap
barang antik yang lalu ia restorasi atas bantuan penenun handal dari Gampong Lamno.
Nilai kain tersebut sangatlah tinggi, selain karena merupakan peninggalan bersejarah,
songket tersebut menggunakan sutra dan benang berkualitas tinggi hasta karya yang
dibawa pedagang Vietnam saat melintas selat Malaka.
Dengan hati-hati Jules menggunting
songket tersebut dengan pola seath dress. Berbeda dengan songket yang menggunakan
kain katun, songket sutra ini begitu lembut meski menempel lekat pada manequin
Bella. Seath dress tersebut lanjut hingga ke ujung kaki, tapi dimodifikasi
oleh Jules menggunakan model kimono sleeves dibagian lengan dan pundaknya.
Jules menggabungkan sutra tersebut dengan chiffon sebagai selendang yang
bisa difungsikan sebagai hijab selama pertemuan, juga memasangkan dengan
Operandi Ornate 5.5" pump heels merah karya Louboutin.
Shade of Raspberry, dengan pola emas pada songket Acehnya, dress set merah ini adalah simbolisasi
kekuatan yang akan menampung dominasi Bella pada acaranya. Jules pun terengah-engah
kewalahan mengantisipasi kekuatan yang mengendap dalam karyanya.
“Wow, good job Jules,
you're so useful. Ga sia-sia aku memeliharamu.”
Kerja kerasnya terbayar.
Bukan uang yang Jules minta dari Bella, tapi pengakuan bahwa dirinya berguna.
***
Menjelang matahari terbit,
Bella berjalan menuju permukaan air laut melalui dermaga kayu kecil di tepi pantai
Iboeh. Bikini assymetric one piece berbahan velvet karya Jules melekat di
tubuh Bella, warna tosca bercampur refleksi sinar mentari menyimpakkan tubuh
atletisnya yang berharmoni dengan keindahan laut Sabang pagi itu.
Meski waktunya sebagai perempuan
karier ibu kota dipenuhi oleh jadwal padat, Bella tak pernah sekalipun meninggalkan
rutinitas olahraga. Ritual harian ini lah yang menjadi alasan metabolisme dan bentuk
tubuh Bella masih semolek gadis berumur 17 tahun meski umurnya telah menyentuh 36
tahun.
Semua karyawan resort terpukau
melihat gaya kupu-kupu Bella berenang melintasi selat yang memisahkan Pantai Iboeh
dan Pulau Rubiah. Ditemani cahaya sayup dari plankton yang menyala di ombak kecil
perairan tenang tersebut, beragam keindahan sinar keemasan di permukaan laut seakan
menjadi pertanda bahwa Ratu Laut Selatan telah hadir menyapa perairan laut utara
Sabang pagi itu.
Ruang itu penuh oleh tokoh
dan pejabat penting dalam proses tender pembangunan resort dan real estate
untuk pengembangan pariwisata Sabang. Bupati, ketua DPRD Kabupaten, dinas-dinas
terkait, hingga tokoh masyarakat hadir untuk menentukan pemenang atas kompetisi
proyek pengembangan ratusan hektar lahan di pulau Weh.
“Dengan menggunakan gagasan
kami, semua lahan tidak produktif di pulau Weh ini akan menjadi mesin penghasil
uang dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Seperti apa yang franchise kami
telah lakukan di beragam sudut Indonesia, keleluasaan deregulasi akan mempermudah
kami merekayasa ratusan hektar tanah ini menjadi hotel dan perumahan. Dengan tingginya
suplai industri pariwisata, maka perekonomian Sabang akan maju.”
Hampir semua pejabat terpukau
atas presentasi dari tim kompetitor Bella. Nama dan pengalaman mereka memonopoli
permainan industri properti di Indonesia telah berhasil meraih hati para hadirin
rapat tender kali ini.
Setiap kalimat yang dilontarkan
tim tersebut tidak terlepas dari besarnya angka investasi dan hak pengelolaan ratusan
hektar tanah Sabang untuk kepentingan mass tourism. Dibumbui dengan rayuan
klasik peningkatan lapangan pekerjaan dan pendapatan asli daerah pada sesi tanya
jawab, segala jajaran pejabat tersebut merasa yakin atas pilihan mereka bahkan sebelum
mereka mendengar presentasi Bella.
Teuku Meurah gugup sementara
memandang keras gelang besi di tangan kanannya. ia paham betul bahwa semua proses
tender ini hanyalah sandiwara bagi para mafia industri properti. Pemenang dari tender
ini sudah dari jauh hari telah ditentukan, karena dia sendirilah fasilitator utama
skandal korupsi tersebut.
Sebagai ketua DPRD, dia berhasil
membujuk para pemangku kebijakan untuk memberikan kepastian kemenangan tender ke
mafia properti kompetitor Bella itu. Meski skandal itu telah dengan masif dan terstruktur
diorkestrakan para pemangku kebijakan di pemerintahan daerah, Meurah sangat paham
dari lubuk hati bahwa dia tidak akan pernah menang melawan Bella.
Songket sutra itu tergerai
halus mengikuti lekuk jalan Bella menuju podium. Lengan jenis kimono beserta selendang
hijab berbahan chiffon transparan yang menampakkan gaya rambut chignon
milik Bella berkibar ringan terhembus pendingin ruangan, melambai setiap hadirin
yang tertegun memandang langkah tegas heels dan kutek raspberry milik
kaki mahadewi itu.
Sewajarnya, pakaian perempuan
yang masih menampakkan leher, pundak, dan sedikit betis akan mendapatkan cemooh
yang pedas dari masyarakat Aceh karena aurat yang memancing. Namun, saat ini semua
orang hanya bisa terpukau memandang cleavage Bella dalam balutan songket
adat asli dan pinggul yang bergoyang indah dihias motif sutra emas. Dengan senyum
genitnya Bella melepas sunglass maroon bertansparansi rendah sambil bersiap
berbicara di depan microphone.
“Ide yang buruk, dasar dungu!”
ucap Bella singkat menanggapi paparan dan komentar pejabat pada presentasi sebelumnya.
Semua orang terkaget dan
tertegun akan komentar kasar yang keluar dari bibir merah jambu Bella, perempuan
yang semula tampak hanya sebagai perhiasan cantik pun menampakkan taringnya.
“Meningkatkan suplai sektor
pariwisata dan menurunkan harganya hanya akan mengundang terlalu banyak turis medioker.
Sudah banyak contoh mass tourism yang akhirnya justru merusak kelestarian
alam, ekosistem pulau Sabang akan sangat terancam jika tanah ratusan hektar ini
diubah menjadi kompleks perhotelan dan perumahan. Lagipula lapangan pekerjaan yang
muncul hanyalah sektor ekonomi tersier yang tak akan memperkaya kebudayaan, masyarakat
Sabang terancam bekerja untuk melayani orang-orang yang akan merusak tanah mereka
sendiri!”
Kritik itu tajam, tidak meninggalkan
sedikitpun celah untuk dipatahkan. Dalam ruangan berisi penuh pejabat, tak ada satupun
yang bisa menyangkal permulaan dominasi intelektual Bella.
Paparan demi paparan disampaikan
Bella dengan percaya diri. Dengan ringan ia berganti dari justifikasi akademis dan
argumen yang logis, menjadi hinaan kasar yang merendahkan semua orang di ruangan
itu. Energi dan hasrat yang dipancarkan Bella telah menggetarkan seisi ruangan yang
berisikan banyak lelaki.
Sebagai daerah yang kental
akan unsur patriarkisnya, sangat jarang ada kesempatan bagi perempuan untuk memimpin
sebuah diskusi. Oleh karenanya, sosok perempuan yang menjadi pusat perhatian kali
ini telah menciptakan situasi yang sangat membingungkan. Alih-alih memicu amarah
karena beberapa kata-kata kasar yang dilontarkan, setiap argumen akademis yang disampaikan
Bella telah menggairahkan berahi peserta diskusi pagi itu. Keringat pun mengalir
dari setiap peserta yang celananya menjadi sesak karena ereksi yang tak terkendali.
“Listen here idiot!
Dengan melimitasi jumlah pengunjung melalui harga yang tinggi dan uji kelayakan
wisatawan, kelestarian ekosistem dan perekonomian domestik akan mengalami peningkatan
yang signifikan. Meminimalisir dependensi ekonomi pada sektor pariwisata akan mengembangkan
sektor-sektor perekonomian dan budaya lainnya, melepas masyarakat dari tuntutan
untuk melayani turis miskin dan kerugian industri lainnya. Melalui desain masterplan
yang saya ajukan, eksklusivitas pariwisata Sabang akan menjamin economic sustainability
kabupaten ini.” ucap Bella seraya membuka selendang hijabnya, memamerkan indah rambut,
leher, dan dada bidangnya.
Aura superior dan gaya bicara
Bella telah menaklukkan seisi ruangan, setiap kata yang terucap seakan menjadi perintah
bagi government yang biasa disebut pemerintah itu sendiri.
Seperti beberapa anggota
diskusi lainnya, tangan kiri Meurah menahan keras bagian kemaluannya demi mencoba
menahan ereksi yang terus menekan celana. Dalam gairah yang terus mengalir ini,
perasaan Meurah bercampur aduk akibat kemunginan gagalnya skandal korupsi yang telah
ia rencakan.
Meurah paham bahwa jika tender
ini kalah, maka kepala mafia perusahaan yang menyogoknya akan dengan mudah melaporkan
dan menjerat dia ke komisi pemberantasan korupsi akibat menerima gratifikasi di
muka. Namun kini otak Meurah telah terbagi dua, otak di kepala tidak mampu lagi
berpikir jernih untuk menjatuhkan Bella akibat penis yang tergerus berahi tak terbendung.
“if you're all using your
tiny brain, limited tourism and diversified economy is what Sabang needs right now.
That's all my presentation! Semoga bapak-bapak bisa berpikir jernih untuk menentukan
pemenang tender kali ini.” tutup Bella sambil tersenyum genit.
Semua kata-kata kasarnya
tertutup dan termaafkan oleh bahasa tubuhnya yang anggun. Seakan terhipnotis, semua
pejabat di dalam ruangan bersorak memuji dan memuja kualitas materi yang disampaikan
Bella.
Ejakulasi tidak terelakkan
bagi beberapa orang. Ini kali pertama mereka mengalami orgasme tanpa penetrasi.
Bella memperkenalkan fetish sapiosexual baru kepada semua peserta diskusi,
sebuah hadiah pelipur bagi kekalahan yang tidak bisa dihindari.
Sore itu Bella duduk di tepi
kolam membaca buku Capital in the Twenty First Century karya Thomas Piketty.
Kopi sanger dengan biji Gayo grade S masih hangat terhembus angin sore yang sejuk.
Sudah setengah jam Meurah merangkak mencium kaki Bella di bawah meja, ia pun tidak
peduli lagi saat beberapa karyawan resort melihat sosok pejabat legislatif daerah
berada di telapak kaki perempuan.
“Mau berapa lama kamu menjilat
kakiku?”, tanya Bella sembari membalikkan halaman bukunya.
“Sampai kau memaafkanku.”
ucap Meurah.
“Kau seharusnya meminta maaf
kepada masyarakat Sabang terlebih dahulu, kau nyaris menjual tanah mereka untuk
kepentinganmu sendiri,” ucap Bella halus.
“Tapi Maharaniku, passive
income dari industri properti yang mereka janjikan sangatlah besar, ratusan
juta perbulannya. Dengan uang sebesar itu aku bisa menafkahimu, kamu tidak perlu
lagi bekerja seperti sekarang,” balas Meurah terengah-eMgah.
Bella mengangkat sandalnya,
ia tempelkan ke bibir Meurah untuk menutup mulut yang masih ingin berbicara.
“Oh Teuku Meurahku sayang,
kau dan toxic masculinity-mu memang selalu menjadi hal yang menjijikkan.
Kamu pikir aku tidak mampu menghidupi diriku sendiri? Aku sudah mandiri, tidak butuh
sosok lelaki chauvinist yang berlagak seakan dialah yang mengangkat derajatku.
Bukan begitu Meurah?” ia tendang bibir Meurah sembari memberi ijin untuk menjawab
pertanyaan retoriknya.
“Tapi Maharani, sudah bermilyar-milyar
ku berikan kepadamu sebagai ucapan terimakasih telah menjadikanku budak cintamu.
Mengapa sekarang kau buang aku?” Meurah terus memohon sambil memeluk kaki Bella.
“Tidak pernah sepeser pun
aku menggunakan uangmu, ku sumbangkan langsung ke lembaga perawat hutan. Aku tidak
butuh budak yang tidak berintegritas sepertimu,” ucap Bella menutup buku sambil
menyesap kopi sangernya.
Bella berdiri seraya menendang
Meurah yang masih berusaha mencium kakinya.
“Lepaskan gelang besi di
tangan kananmu, kau bukan lagi budakku. Dan jangan sekali-kali berani menampakkan
dirimu lagi, enyahlah dari duniaku,” ucap Bella yang lalu berjalan meninggalkan
Meurah.
Meurah masih bersujud di
bawah kursi kosong, menangis meraung ditinggal cinta sejatinya.
***
Beberapa mantan staf bandara
Maimun Saleh memulai hari mereka dengan kebingungan. Seorang bos travelling agency
telah menempatkan para staf mulai dari marshaller, engineer, hingga
air traffic operator untuk stand by di posisinya masing-masing sejak
subuh tadi dan mempersiapkan sebuah penerbangan VVIP dari sebuah pesawat jet pribadi.
Bandara yang sedang tidak difungsikan karena minimnya penumpang ini telah sepekan
ini di operasionalkan kembali tanpa ada satupun pegawai yang tahu siapa orang penting
di balik penerbangan ini.
“You know you can at least
sniff it once if you want to?”, ucap Bella kepada Nyoman yang sedang melipat
dan merawat ballroom dress milik Bella dengan lembut ke dalam koper besarnya.
Dengan senyum yang ramah,
Nyoman menjawab dan menggelengkan kepalanya tanpa berani memandang wajah Bella yang
basah oleh keringat setelah menjalani rutinitas work out paginya. Tentu ia
sadar bahwa menodai pakaian Bella dengan fantasi dan nafsunya merupakan dosa besar
yang tidak boleh ia lakukan.
Nyoman tidaklah bisu, sebagai
pelayan yang telah mengabdi kepada keluarga Bella sedari kecil, Nyoman yang berasal
dari kasta budak tumbuh dengan kesadaran untuk tidak merusak kesakralan akustik
ruang tempat Bella berada dengan suaranya yang tidak signifikan. Sudah hampir 10
tahun Nyoman tidak pernah mengeluarkan suaranya di hadapan Bella, setia terdiam
mendengarkan dan siap untuk mematuhi segala perintah yang diberikan kepadanya.
Meskipun datang dari keluarga
yang tidak mampu, Nyoman selalu menjaga penampilannya. Rambut keriting dengan potongan
undercut-nya selalu ia selaraskan dengan setelan jas hitam yang ia kenakan
sepanjang hari melayani Bella. Dengan tubuh tegak berotot, Nyoman selalu merawat
penampilannya agar tidak mempermalukan Bella di depan khalayak.
“Aku mandi dulu, bereskan
semua pakaian olahragaku ini dan bawalah semua barang-barang ke pesawat,” perintah
Bella sembari berjalan telanjang dan menempelkan celana dalam olahraga basahnya
yang pekat oleh wangi keringat ke hidung Nyoman.
Sesaat Nyoman hampir pingsan
saat aroma surga itu memanggilnya. Matanya tertutup untuk menghirup dalam-dalam
anugrah yang diberikan Bella tersebut dengan penuh khidmat. Dengan ringan tubuh
telanjang Bella melewati pelayannya yang sedang kaku membatu dengan celana dalam
basah di hidungnya, menuju bath tub air hangat di kamar mandi resort
yang telah Nyoman siapkan.
Bella melintasi landasan
bandara Maimun Saleh dengan mengendarai Land Rover Discovery-nya yang ia
kemudikan sendiri dari resort di selat Rubiah melintasi jalan yang buruk.
Selepas ia berhenti di apron bandara, Bella keluar dari pintu yang dibuka oleh seorang
flight attendant cantik berseragam merah ketat dengan kerudung bermotif songket
yang dipasang dengan gaya asimetris.
Kaki jenjang Bella yang beralaskan
heels stilleto putih setinggi 10 cm pun berjalan ringan di aspal landasan
pesawat yang masih cukup berkabut pagi itu. Udara dingin mengencangkan puting Bella
yang tampak menonjol dari summer dress putih sedikit transparan, menampilkan
bulat payudaranya yang sengaja tidak ia tutupi dengan bra.
“Hai, terimakasih dik. Wah
kamu cantik sekali,” ujar Bella kepada flight attendant mungil dengan garis
wajah yang tegas. Sedikit kulitnya yang tampak dari seragam hijabnya menampakkan
kehalusan dan rona yang bening.
“Ah, te, terimakasih kak,
atas pujiannya. Mari saya antar ke pesawat,” ujar pramugari tersebut yang terbata-bata
sembari menawarkan membawa clutch Gucci milik Bella.
“Hmm? Kenapa wajahmu terlihat
pucat sayang? Apa kamu sakit? Kamu tampak gugup.” tanya Bella dengan ramah/
“Ah, ti, tidak kak. Maaf,
saya tidak pucat kok.” jawabnya seraya semakin gugup.
“Yang benar? Jika ada sesuatu,
kah bisa sampaikan padaku.” lanjut Bella.
Pramugari tersebut terdiam
sejenak, tangannya yang putih mencoba menutupi matanya yang mulai mengalirkan air
mata.
“Saya dipaksa kak.” jawabnya
terisak-isak.
“Ha? Dipaksa bagaimana?”
“Jangankan jadi pramugari,
naik pesawat pun aku belum pernah. Saya takut kak.” jawab flight attendance
tersebut yang terlihat meneteskan air mata sambil ketakutan.
“Oh? Lalu bagaimana kamu
bisa di sini?”
“Bandara telah lama tutup,
tidak ada pramugari lagi di sini. Majikan saya yang kejam menyuruh saya untuk menggantikan
mereka karena saya dianggap tidak berguna di rumahnya. Katanya cukup menjadi pembantu
membikinkan kakak makanan dan minuman di dalam pesawat seperti saya melayaninya,
tapi sebagaimanapun saya menolak dia justru semakin menyiksa dan mengancam saya.”
Bella terdiam sejenak mencoba
memahami apa yang baru saja dia dengar. Selepas melihat seluruh kru bandara, insting
Bella pun bisa mengenali siapa majikan yang gadis tadi sebutkan saat memandang lelaki
gendut berwajah cemas. Sebagai CEO perusahaan travel agent terkenal di Banda Aceh,
ia tampak begitu panik saat melihat protokol penerbangan terhandat sejenak oleh
percakapan Bella.
“Aah begitu, jangan takut
dik. Siapa namamu? Kamu terlihat muda, berapa umurmu? Apa kamu masih sekolah?” tanya
Bella dengan lembut memberikan sentuhan keibuan kepada gadis yang sedang ketakutan
tersebut.
“Nama saya Eva kak, 16 tahun,
saya tidak sekolah kak, sedari kecil hayalah gadis yatim piatu yang harus menjual
dirinya agar tetap bisa hidup. Setiap hari dilecehkan oleh majikan dan pelanggan-pelanggannya,
para lelaki beringas yang sok alim di pusat kota. Saya capek kak, ingin pulang entah
kemana.”
Mendengar hal itu Bella pun
langsung memeluk gadis yang masih tersedak-sedak mencoba menahan tangisnya. Majikan
berbaju koko panjang yang mengawasinya pun segera berlari mendatangi kedua perempuan
ini dari kejauhan karena takut kerjasama bisnis dengan klien VVIP-nya terancam.
“Pagi ini saya sedang kedinginan,
bagaimana kalau kita barter? Ku berikan villa beserta pelayan-pelayanku di
sini sebagai rumahmu untuk pulang, tapi kamu harus kasih aku kerudung cantik itu
untuk jadi selendang penghangatku, bagaimana?”
Eva pun berhenti menangis
dan tertegun kebingungan mendengarkan tawaran tak terduga Bella.
“Dan kamu harus sekolah sayang,
perempuan harus pintar supaya tidak terus-terusan dijajah lelaki. Jangan bekerja
jadi pembantu lagi, kembalilah ke villa pribadiku di Sabang, pelayan-pelayanku sangat
berkompeten untuk memberikan homeschooling padamu.” lanjut Bella tersenyum
sambil memegang ke dua pundak Eva.
Sang majikan yang perut gendutnya
mengguncang dalam balut baju kokonya tadi pun telah sampai sambil terengah-engah
menghampiri Bella dan Eva.
“Ada masalah apa nyonya?
Apa yang diucapkan gadis tidak tau di untung ini? saya mohon maaf atas perilakunya
dan ... ”
“DIAM BABI!!! DASAR GENDUT!!!”
potong Bella.
Sang majikan tadi pun langsung
membatu. Tubuhnya kaku tak lagi ia bisa gerakkan setelah mendengar satu kalimat
perintah dari Bella. Sambil menjewer telinga lelaki gendut tadi, Bella menarik kepala
majikan Eva tersebut sedikit kebawah sehingga dia berada dalam posisi sedikit membungkuk
di hadapan payudara Eva.
“Eva sayang, perempuan tidak
boleh lebih rendah dari lelaki. Mereka yang memberikan kehidupan, maka mereka pula
yang patut diagungkan,” ucap Bella sambil menggapai tangan kanan Eva, menempelkan
tangan lentik tersebut ke pipi kiri lelaki gendut tadi, “tidak hanya dia tidak menghormatimu,
tapi juga ia telah melecehkanmu. Sekarang tunjukkanlah ia jalan yang benar, sucikan
dia dengan hukumanmu, dan tampar lelaki bodoh ini dengan tanganmu yang indah itu!”
lanjut Bella.
“Tapi kak ... ” jawab Eva
ragu.
Bella hanya tersenyum menegaskan
kembali bahwa perintahnya untuk menampar lelaki itu memang serius.
“Plak!” tamparan pertama
Eva pun dilakukan dengan ragu.
“Kurang keras sayangku. Untuk
apa kamu menahan emosimu pada lelaki yang telah melecehkanmu?” lanjut Bella.
“PLAK!!!” lanjut Eva yang
menampar dengan sedikit lebih keras.
Bella pun memberi kode untuk
melanjutkan dan memperkeras tamparannya.
“PLAAKK!!!”
“PLAAAAKK!!!”
“PLLAAAAKKK!!!!”
Sesaat lelaki tersebut meringis
dan ingin teriak kesakitan, tapi jeweran Bella yang kian keras membuat dia kian
tertegun menahan sakitnya. Tamparan Eva pun mulai semakin mantap dan keras. Perlahan
amarahnya mulai muncul setelah ia merasa bahwa memberi ganjaran pada lelaki yang
telah banyak menyiksa dan menodainya adalah haknya yang paling mendasar.
Tamparan demi tamparan pun
terus diberikan. Saat tangan kanannya lelah, Eva mengganti menampar dengan tangan
kiri yang tidak kalah keras. Pipi tembam lelaki gendut tadi telah merah padam setelah
menerima puluhan tamparan yang diberikan oleh Eva. Seakan terhipnotis, jeweran Bella
di kupingnya serasa cukup untuk membuat tubuhnya tidak memberontak dan menerima
semua tamparan tersebut.
Saat Eva berhenti menampar
karena lelah dan tangannya yang sakit, Bella memberikan sarung tangan kulit mewah
berwarna hitam kepada Eva agar bisa menampar majikannya lebih banyak lagi. Eva pun
mengenakan sarung tangan panjang mengkilap tersebut di kedua tangannya.
Seraya refleksi sinar matahari
pagi di sarung tangan jarinya yang lentik menelisik mata sang majikan, Eva menggengam
kedua pipi lelaki tersebut seraya menatap matanya yang basah karena kesakitan. Saat
ini bukan dendam lagi yang memenuhi hati Eva, perlahan ia mulai menikmati menyiksa
lelaki tersebut terlebih saat ia merasakan basah air mata menempel di jari-jarinya.
Tanpa pikit panjang Eva pun melanjutkan menampar lelaki tersebut.
“PLAK!!! PLAK!!! PLAK!!!
PLAK!!! PLAK!!! PLAK!!!”
Kali ini sakit tak lagi tertahankan,
lelaki tersebut meraung-raung kesakitan dalam setiap sentuhan tangan Eva. Suara
tamparan demi tamparan yang terus dilancarkan pun tak lagi terbendung, bergabungan
dengan suara raungan dan menggaung mengisi seisi bandara yang sepi tersebut. Seluruh
kru penerbangan yang ada di bandara pun menyaksikan ratusan tamparan Eva yang telah
berlangsung hampir 15 menit dengan wajah yang kebingungan.
Kini kedua pipi lelaki tersebut
telah biru legam, hidung dan gusinya pun telah mengeluarkan darah. Dengan mata yang
telah sayu tertutup oleh lebam pipinya, pandangan lelaki tersebut seakan memohon
pengampunan kepada Eva untuk berhenti menamparnya, tapi Eva kini justru semakin
bergairah dan menikmati setiap hantaman dan tangisan yang ia dengarkan.
Bella membiarkan sejenak,
lalu memotong Eva seraya menegakkan kembali lelaki yang ia jewer tersebut.
“Hahaha... sudah sayaang,
sabar, babi ini sudah mendapatkan pelajarannya. Kini saatnya kamu tunjukkan belas
kasihmu untuk menerima tobatnya!” ucap Bella seraya meminta Eva untuk menjulurkan
tangannya kedepan bibir dan hidung lelaki tersebut.
“Ampunilah hamba Eva ...
” jawab lelaki tersebut terbata-bata seraya mencium tangan lentik Eva yang sangat
panas akibat menamparnya bertubi-tubi. Air mata mengalir membasahi sarung tangan
Eva, bergabung dengan darah yang berceceran dari gusi dan bibirnya yang tak henti
mencium tangan tersebut berharap sebuah pengampunan.
Eva kini kembali tersadar
dari gairahnya, tercengang melihat majikannya yang kejam tunduk di dalam kuasa tangannya.
Ia menikmati permohonan tobat dari lelaki yang terus menjilat tangannya tersebut
sambil berusaha menikmati kembali seluruh kejadian aneh di pagi itu.
“Pegang kunci mobil ini!
Antar Eva ke Villaku! Besok urus pembalikan nama pada kepemilikan villa dan BPKB
Range Rover ini untuk Eva!” perintah Bella dengan nada yang sangat galak
kepada lelaki yang hampir kehilangan kesadarannya.
Lepas menyuruh lelaki tersebut
untuk menjadi supir perjalanan pulang Eva, Bella pun membukakan pintu belakang mobilnya
kepada Eva sambil menuntunnya masuk.
“Kak terimakasih banyak yaaa...
” ucap Anissa lirih kepada Bella.
“Hihihi... tidak perlu berterimakasih
sayang, sudah sewajarnya perempuan cantik sepertimu menjadi ratu dari semua lelaki
tidak becus ini. Ku berikan villa dan seluruh pelayanku di Sabang ini untukmu belajar
menjadi perempuan maha berkuasa, ku tak sabar melihat perkembanganmu besok.” jawab
Bella ramah kepada Eva.
“Oh soal kerudung tadi kak?”
“Wah kelupaan, mana sini!”
senyum Bella.
Eva pun melepaskan kerudungnya,
menampilkan rambut panjang hitam mengkilat yang tergurai sampai ke punggungnya.
Dengan kedua tangannya Eva memberikan kain merah bermotif songket tersebut kepada
Bella. Sambil mengecup kening Eva, Bella menyampaikan kalimat perpisahan dengan
senyuman hangat dan melanjutkan perjalanannya ke tangga pesawat pribadinya.
K.Sb.Kl.260643.280122.21:13